Conversation

Notices

1. Bros :owiHacker: (bros@jir.moe)'s status on Thursday, 15-Feb-2024 13:55:50 JST Bros :owiHacker:

   Salah satu alasan gw tdk suka politik adalah spt ini,

   *TIDAK ADA POLITIK YANG BERSIH

   Di negara manapun, dan di wilayah manapun termasuk negara2 yg dianggap suci seperti Arab & Vatikan.

   Yg namanya politik demokrasi, itu akan selalu kotor. Tidak akan ada yg bsa benar2 bersih, krn memang sistemnya seperti itu. Tinggal bagaimana cara kita menyikapinya, apakah kita akan mudah diadu domba karenanya???

   Jika bbrp bulan yg lalu membahas kecurangan 03, lalu kemarin 02, maka hari ini gw akan memberikan POV lain dr 01.

   Silahkan renungkanlah. Jgn mau dijadikan pion oleh para elit politik yg ingin menghancurkan satu satunya bangsa yg bisa mempersatukan ratusan suku, bahasa & budaya dalam 1 negara, bendera, & bahasa.

   @indonesia

   • New Janny in Town repeated this.
   • Niko :lyrical_lily: (niko@jir.moe)'s status on Thursday, 15-Feb-2024 13:55:49 JST Niko :lyrical_lily:

     in reply to

     @bros @indonesia Sistem politik di negara demokrasi liberal dimiliki oleh kelompok yang berpunya, para pemilik modal, elite. Selama mereka memilikinya, pasar malam lima tahunan kita hanya bertujuan untuk memilih wakil pemilik modal mana yang akan menindas rakyat pekerja. Apa perbedaan fundamental dari semua parpol yang adu mekanik di pemilu? Tidak ada. Semua parpol bertujuan untuk menjaga status quo di mana sumber daya hanya terpusat di satu titik (mungkin kecuali satu partai kecil yang sempat jadi meme di suatu sudut fedi, tapi itu bahasan lain). Kalau ada yang kalah di pemilihan, nanti tinggal rapat dan jabat tangan di kantor CEO atau bursa saham. Coba lihat tahun 2019, siapa yang berubah dari lawan jadi kawan?

     Tan Malaka menulis:

     Sudah disebutkan lebih dahulu, bahwa tiadalah berapa besar pengharapan kaum buruh akan mendapat pertolongan dari parlemen, karena anggotanya hampir semua asalnya dari kaum atas. Hak memilih (kiesrecht) menanggung pula, supaya anggota-anggota itu jangan dicampuri wakil kaum buruh. Yang Majelis Tinggi cuma diduduki oleh Lord (kanjeng-kanjeng) saja. Mereka itu diangkat selama hidup dan digantikan oleh anaknya (erfelijk). Anggotanya Majelis Rendah keluaran dari golongan atas juga, bangsawan kecil dan hartawan. Memilihnya dengan umum pula, sehingga tuan-tuan tanah boleh memaksa kulinya menyuruh memilih dia sendiri, atau konco-konconya. Berapapun besar kota, berapapun luas daerah (graafschap) tetapi banyak kandidat buat wakil tidak boleh ditetapkan lebih dari yang akan diangkat sehingga selalu kandidat-kandidat wakil yang biasanya kanjeng-kanjeng saja itu semuanya dipilih. Demikianlah dengan segala tipu dan muslihat, kaum atas menjaga supaya semua wakil-wakil asalnya dari kaum sendiri juga.

     Beberapa akan mengatakan kalau orang golput itu bodoh, apatis, atau "belum pernah susah". Namun bagi banyak orang, menjadi golput adalah pertobatan dari demokrasi liberal, usaha untuk membentuk kekuatan politik alternatif di luar framework yang secara inheren menindas rakyat. Siapa yang kekurangan imajinasi? Orang golput atau orang yang hanya mengandalkan lesser-evilism?

     New Janny in Town likes this.
   • New Janny in Town (mk2boogaloo@lab.nyanide.com)'s status on Thursday, 15-Feb-2024 14:03:10 JST New Janny in Town

     in reply to

     • Niko :lyrical_lily:
     @niko @indonesia @bros Demokrasi Liberal memang menjadi batu sandungan bagi sebuah negara, tidak peduli seberapa baik orang yang dipilih. Memang sudah saatnya kita kembali ke sistem yang lebih merakyat lagi, yakni sistem aristokrasi bernuansa Nusantara.
   • Niko :lyrical_lily: (niko@jir.moe)'s status on Thursday, 15-Feb-2024 14:17:41 JST Niko :lyrical_lily:

     in reply to

     • New Janny in Town
     @MK2boogaloo @indonesia @bros Berarti berubah dari kediktatoran pemilik modal terhadap rakyat ke kediktatoran orang narsis tehadap rakyat. Aristokrasi tidak merakyat. Ia mengaburkan konflik vertikal kelas.
     New Janny in Town likes this.
   • New Janny in Town (mk2boogaloo@lab.nyanide.com)'s status on Thursday, 15-Feb-2024 14:24:11 JST New Janny in Town

     in reply to

     • Niko :lyrical_lily:
     @niko @indonesia @bros bukan orang narsis, namun kepemimpinan yang didasarkan persatuan antar kelas. Raja memimpin di atas sebagai pemegang kekuasaan yang diberikan Tuhan, bangsawan-bangsawan di bawah bertindak sebagai penerus kehendak raja di wilayah masing-masing, dan rakyat bertugas untuk mengikuti pimpinan di atas. Ini adalah bentuk pemerintahan paling efisien dan stabil, bisa bertahan selama ribuan tahun.
     Niko :lyrical_lily: likes this.
   • Bros :owiHacker: (bros@jir.moe)'s status on Thursday, 15-Feb-2024 20:40:50 JST Bros :owiHacker:

     in reply to

     • Niko :lyrical_lily:
     • New Janny in Town

     @MK2boogaloo @niko Jawaban utk menjawab pertanyaan ini juga sebetulnya tidak/belum ada. Maka dari itu gw sebetulnya sangat menunggu seseorang atau sekelompok yg dapat menjawab pertanyaan ini.

     Tetapi, sebetulnya memang hal utama yg harus dilakukan adalah dari diri sendiri. Jika rakyat Indonesia mau berubah menjadi lebih baik maka Indonesia akan berubah menjadi lebih baik.

     Di satu sisi, gw memiliki jawaban yg serupa namun tak sama & setuju dengan pendapat salah satu tokoh yg gw lupa siapa namanya, beliau juga kurang terkenal. Tetapi, kurang lebih kalimatnya seperti ini.

     Bahwasanya Indonesia masih BELUM bisa mengikuti demokrasi secara penuh yg dilakukan negara2 Barat. Dikarenakan pengetahuan, watak & sifat rakyat Indonesia yg berbeda. Mayoritas watak masyarakat timur adalah KERAS KEPALA. Sehingga sangat sulit utk mematuhi peraturan, umur Indonesia pun juga dibilang masih sangat muda. Maka salah satu hal yg dapat menggerakkan banyaknya rakyat yg keras kepala ini adalah memberikan pemimpin yg memiliki KEKUASAAN ABSOLUT atau DIKTATOR .

     Sedikit kontroversial memang, TETAPI. Jika pemimpin Indonesia memiliki kekuasaan absolut. Maka, jika ingin melakukan kebijakan perubahan. Tidak akan ada yg menghambatnya secara besar2an! Contoh, jika ingin membangun kereta cepat, maka yg membutuhkan waktu sekitar 10 tahun, HANYA UNTUK MEMBEBASKAN LAHAN. Bisa dilakukan kurang dari 3 tahun.

     UU Perampasan Aset yg di veto oleh anggota dewan yg katanya "mewakili rakyat". Jika pemimpin pemerintahan kita absolut, gk perlu lgi lewat lembaga dewan. Langsung kurang dari seminggu sah menjadi UU baru.

     Walaupun, memang seperti bilah pisau bermata dua.

     Tetapi, apa bedanya dgn skrg bukan?.

     Catatan tambahan: pemimpin absolut tetap harus dipilih, namun pemilihannya terbatas. Contoh, pemilih diwajibkan memiliki ijazah pendidikan minimal S1 atau minimal IQ di atas 120, serta tdk memiliki gangguan kejiwaan/psikopat dll

     Maka, pemilihannya akan menjadi echo chamber yg dapat memisahkan orang2 yg memang tdk sepatutnya memilih.

     *Sekali lgi, pendapat pribadi. Tidak tahu apakah berfungsi atau tidak.

     New Janny in Town likes this.
   • New Janny in Town (mk2boogaloo@lab.nyanide.com)'s status on Thursday, 15-Feb-2024 20:50:39 JST New Janny in Town

     in reply to

     • Niko :lyrical_lily:
     @bros @niko >Bahwasanya Indonesia masih BELUM bisa mengikuti demokrasi secara penuh yg dilakukan negara2 Barat. Dikarenakan pengetahuan, watak & sifat rakyat Indonesia yg berbeda. Mayoritas watak masyarakat timur adalah KERAS KEPALA. Sehingga sangat sulit utk mematuhi peraturan, umur Indonesia pun juga dibilang masih sangat muda. Maka salah satu hal yg dapat menggerakkan banyaknya rakyat yg keras kepala ini adalah memberikan pemimpin yg memiliki KEKUASAAN ABSOLUT atau DIKTATOR .
     
     Ada beberapa hal yang salah di sini, apakah memang perlu kita mengikuti alur demokrasi Liberal? Mengikuti sistem sampah hanya akan melahirkan negara yang tidak akan berfungsi secara baik. Coba kita lihat kasus negara "maju" seperti Inggris dan Prancis, mereka negara Liberal dengan sistem demokrasi paling maju. Tapi lihat negaranya, mereka sedang krisis ekonomi dan immigran gelap. Apakah itu bagus? Sementara itu sistem seperti Russia dan China menunjukkan kalau negara-negara autokrat itu tidak kalah maju.
     
     >Sedikit kontroversial memang, TETAPI. Jika pemimpin Indonesia memiliki kekuasaan absolut. Maka, jika ingin melakukan kebijakan perubahan. Tidak akan ada yg menghambatnya secara besar2an! Contoh, jika ingin membangun kereta cepat, maka yg membutuhkan waktu sekitar 10 tahun, HANYA UNTUK MEMBEBASKAN LAHAN. Bisa dilakukan kurang dari 3 tahun.
     
     
     Bukan kontroversial tapi memang benar, kepemimpinan autokrat jauh lebih efisien dan efektif dalam menetapkan sebuah kebijakan dan menertibkan negara.
   • New Janny in Town (mk2boogaloo@lab.nyanide.com)'s status on Thursday, 15-Feb-2024 20:54:02 JST New Janny in Town

     in reply to

     • Ridan Maza 🍜
     @rdnmz @indonesia @bros >Banyak sumber, lho. Kita bisa mencari sendiri. Bagaimana salah satu paslon menanggapi kritik, bagaimana mereka menanggapi pers, bagaimana mereka mananggapi akademisi?
     
     Adalah sebuah kesalahan besar jikalau berpikir kalau negara harus mendengarkan kaum intelektual yang dekaden. Apa gunanya suatu pers jika mereka digunakan oleh bidak asing untuk mendorong pengaruh mereka di bumi lokal? Bagi saya sendiri, salah satu hal terbaik yang bisa dilakukan oleh negara saat ini adalah dengan mengurangi jumlah intelektual, baik dengan peluru maupun membatasi angka perkuliahan.
   • Ridan Maza 🍜 (rdnmz@sharkey.world)'s status on Thursday, 15-Feb-2024 20:54:03 JST Ridan Maza 🍜

     in reply to

     @bros@jir.moe @indonesia@a.gup.pe Akan selalu ada pendukung begini. Militan tapi brengsek. Dan memang, politikus hampir gak ada yang bersih. Mereka manusia. Kita tidak memilih malaikat.
     
     Tapi itu dua hal yang berbeda.
     
     Ini Pemilu ketiga saya. Saya 2014 golput, 2019 juga golput. Saya menghargai golput dan terserah juga mau apolitis. Begini sudut pandang saya, saya tahun ini memilih tidak golput karena memang bahkan secara langsung dan pasti ada paslon yang bermasalah. Yang golput dan apolitis saat situasi begini, berpotensi membahayakan. Kalau merasa paslon siapapun yang terpilih tidak mempengaruhi hidup kita, maka sadari, bahwa kita punya privilege yang besar. Sementara itu, orang-orang rapuh, rentan, bakal terpapar langsung akibat paslon yang terpilih.
     
     Banyak sumber, lho. Kita bisa mencari sendiri. Bagaimana salah satu paslon menanggapi kritik, bagaimana mereka menanggapi pers, bagaimana mereka mananggapi akademisi?
     
     Saya benci prinsip "mencari lesser evil". Tapi ini ada true evil sesungguhnya. Niatnya, runtuhkan dulu true evil ini kemudian besok putaran kedua bebas milih siapa atau golput.
     
     Tapi, tebak, prinsip saya ini sudah tidak berlaku lagi dan niat saya gagal.

   • Bros :owiHacker: (bros@jir.moe)'s status on Thursday, 15-Feb-2024 22:04:04 JST Bros :owiHacker:

     in reply to

     • Niko :lyrical_lily:
     • New Janny in Town

     @MK2boogaloo @niko maksud demokrasi secara penuh di sini adalah. Alur & demokrasi secara mutlak yg memang digunakan negara2 Barat. Knp negara2 Barat? Krn memang awal sistem demokrasi itu dari sana, dan demokrasi Indonesia juga berkiblat dr sana krn banyaknya pahlawan kita yg menempuh pendidikannya dr Eropa terutama Belanda.

     Banyak UU kita yg turunan dri zaman Kolonialisme Belanda. Sehingga, seharusnya alur & tatacara demokrasinya mirip dgn negara Eropa dgn segala kekurangannya yg bsa diperbaiki jika pemerintah kita mau.

     Bukan dr salahnya kebijakan, krn kebijakan itu adalah aktivitas yg dilakukan oleh pemerintah. Sementara demokrasi itu adalah sistem pemerintahan, jdi demokrasi itu alatnya.

     Hal yg terjadi di Eropa skrg ini adalah krn salah langkahnya kebijakan2 yg pemerintah mereka coba lakukan utk membatasi demokrasi yg sudah tertulis dgn jelas itu agar melindungi entah kejayaannya atau kesombongannya terhadap hasil dr perbuatan mereka sendiri. Yakni menginvasi negara lain. Kesalahan mereka itu sistematis & bertahap yg bisa dibilang karma-nya mereka sedang dimulai.

     Bukan krn demokrasinya, tpi justru menggunakan "demokrasi" sbg alasan kejahatan mereka. Padahal makna & tujuan demokrasi bukan itu. Jdi berusaha mereka pelintir sendiri.

     Dan ini kalau memang masih MAU menjalankan demokrasi. Ya condongnya ke sana atau Jepang juga bsa. Jdi efisien, efektif & cepat gitu proses birokrasinya.

     Atau mau pake pemerintahan Absolut juga bsa, tetapi kan sulit. Kemungkinan cat merah bisa tumpah.

     New Janny in Town likes this.
   • New Janny in Town (mk2boogaloo@lab.nyanide.com)'s status on Thursday, 15-Feb-2024 22:21:07 JST New Janny in Town

     in reply to

     • Niko :lyrical_lily:
     @bros @niko >maksud demokrasi secara penuh di sini adalah. Alur & demokrasi secara mutlak yg memang digunakan negara2 Barat. Knp negara2 Barat? Krn memang awal sistem demokrasi itu dari sana, dan demokrasi Indonesia juga berkiblat dr sana krn banyaknya pahlawan kita yg menempuh pendidikannya dr Eropa terutama Belanda.
     
     Aku paham, dan yang kumaksud memang sistem sama yang dipakai oleh negara-negara barat.
     
     >Banyak UU kita yg turunan dri zaman Kolonialisme Belanda. Sehingga, seharusnya alur & tatacara demokrasinya mirip dgn negara Eropa dgn segala kekurangannya yg bsa diperbaiki jika pemerintah kita mau.
     
     Ini pusat masalahnya, kekurangan demokrasi itu ada dalam akarnya sendiri. Ia adalah sistem yang mengutamakan diskusi dibanding tindakan. Kekurangan terbesarnya adalah ini, belum lagi ia juga mengutamakan jumlah suara dibanding kualitas suara. Maksudku adalah, demokrasi adalah pemerintahan massa, dan massa itu bodoh. Mereka mudah dikendalikan oleh siapapun yang menguasai media massa. Kita harus berhenti berpikir kalau suara mayoritas itu pasti baik, apakah jika mayoritas berpikir kalau terjun ke jurang itu hal yang baik maka itu adalah pilihan bagus?
     
     >Bukan dr salahnya kebijakan, krn kebijakan itu adalah aktivitas yg dilakukan oleh pemerintah. Sementara demokrasi itu adalah sistem pemerintahan, jdi demokrasi itu alatnya.
     
     Alat inilah yang membuat pemerintahan kita berjalan sedemikian rupa. Di dalam sistem check dan balance, pekerjaan itu akan susah diselesaikan karena tentunya akan ada pihak yang anti terhadap kebijakan tersebut. Sementara itu jika kita menerapkan sistem autokrat akan memudahkan kita bertindak lebih efisien tanpa ada gangguan dari luar.
     
     >Hal yg terjadi di Eropa skrg ini adalah krn salah langkahnya kebijakan2 yg pemerintah mereka coba lakukan utk membatasi demokrasi yg sudah tertulis dgn jelas itu agar melindungi entah kejayaannya atau kesombongannya terhadap hasil dr perbuatan mereka sendiri. Yakni menginvasi negara lain. Kesalahan mereka itu sistematis & bertahap yg bisa dibilang karma-nya mereka sedang dimulai.
     
     Membatasi? Bukan bung, mereka itu sedang menerapkan sebuah demokrasi super yang tidak hanya memikirkan rakyat mereka sendiri namun juga orang asing yang bukan bagian dari negaranya. Lagipula, apakah pantas menyalahkan Eropa karena penjajahan? Semua negara melakukan hal tersebut jika mereka kuat, aku yakin Indonesia akan melakukan hal yang sama jika mereka berada di keadaan tersebut. Kesalahan mereka hanya satu, membiarkan Amerika Serikat menang.
     
     >Bukan krn demokrasinya, tpi justru menggunakan "demokrasi" sbg alasan kejahatan mereka. Padahal makna & tujuan demokrasi bukan itu. Jdi berusaha mereka pelintir sendiri.
     
     Tidak ada negara yang dalam keadaan optimal dengan menggunakan demokrasi sendiri. Makna demokrasi sendiri adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Ada masalah besar di sini, apakah rakyat bisa memerintah dirinya sendiri?
     
     >Dan ini kalau memang masih MAU menjalankan demokrasi. Ya condongnya ke sana atau Jepang juga bsa. Jdi efisien, efektif & cepat gitu proses birokrasinya.
     
     Jepang adalah negara yang sedang dijajah sekarang, apa bagusnya sistem demokrasi jika itu adalah alasan negaramu sedang dilanda pengaruh kebarat-baratan, angka kelahiran menurun, hampir tidak mempunyai angkatan militer?